Langsung ke konten utama
Indonesia Blog

Chromebook buatan Indonesia diluncurkan untuk pasar lokal dan luar negeri



Hari ini, Google mengumumkan bahwa enam produsen lokal (OEM) akan mulai memproduksi Chromebook pada tahun ini. Enam OEM tersebut – Advan, Axioo, Evercoss, SPC, TSMID, dan Zyrex – berencana merekrut ribuan tenaga kerja selama dua tahun ke depan untuk memproduksi ribuan laptop hingga 2022.

Para produsen ini juga berencana untuk membekali ribuan siswa sekolah kejuruan di Indonesia dengan berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk membuat Chromebook. Ini akan melengkapi upaya Google untuk mentransformasi sistem pendidikan melalui pelatihan pengajar, pengembangan SDM, dan kemitraan lokal.

Randy Jusuf, Managing Director, Google Indonesia

“Produksi Chromebook di Indonesia adalah suatu kebanggaan bagi kami di Google Indonesia,” ujar Randy Jusuf, Managing Director, Google Indonesia. “Kami berkomitmen untuk membantu meningkatkan pendidikan secara luas di Indonesia. Laptop yang terjangkau bagi pengajar dan pelajar telah menjadi pilar utama dalam upaya kami untuk memperluas akses pendidikan.”

Enam OEM lokal ini diharapkan akan bekerja sama dengan sekolah kejuruan di seluruh negeri untuk memproduksi laptop, membantu membuka keran SDM baru, dan membangun fondasi kemampuan manufakturing yang lebih tinggi untuk masa depan.

ilustrasi tanpa teks

“Zyrex sebagai produsen lokal yang sudah 25 tahun, turut bangga bisa menjadi penyedia Chromebook di Indonesia dan terutama berpartisipasi dalam digitalisasi pendidikan yang sedang digalakkan di Kemendikbudristek. Kami sangat menghargai dan menghormati kebijakan pemerintah yang membela produk buatan Indonesia,” ujar Timothy Siddik, CEO, Zyrex. “Pemakaian Chromebook juga memberikan kesempatan kepada adik-adik kita untuk belajar tentang teknologi informasi dan digitalisasi. Kita harus mempersiapkan mereka agar melek digital sehingga ke depan bisa bersaing dengan negara-negara tetangga dalam menghadapi globalisasi dan revolusi industri 4.0.”

Melatih pengajar

Inggriani Liem, Ketua Bebras Indonesia; Connieta Theotirta, Kepala Sekolah SMP Damian School Bandung; Danny Ardianto, Government Affairs and Public Policy, Google Indonesia

Hingga saat ini, Google telah mendukung pelatihan 400 ribu pengajar di Indonesia melalui kemitraannya dengan Refo Indonesia, yang telah menyiarkan puluhan webinar untuk mengakrabkan para pengajar dengan peralatan belajar online seperti Google Classroom. Selain itu, 3.249 pengajar telah menjadi Pendidik Tersertifikasi Google dan diakui secara resmi untuk melatih rekan-rekan pengajar yang lain dalam menyesuaikan diri dengan teknologi belajar jarak jauh.

“Teknologi harus digunakan untuk meningkatkan hasil pembelajaran siswa Indonesia, mendukung minat belajar seumur hidup, dan mengembangkan Platform Pendidikan dan Keterampilan Nasional,” jelas Wikan Sakarinto, Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud Ristek. “Kemendikbud Ristek tengah berusaha untuk mengembangkan inisiatif modernisasi teknologi pendidikan nasional dan kami harap pembuatan Chromebook lokal serta peluncuran belajar.id di Google Workspace for Education akan mempercepat adopsi teknologi di lebih banyak sekolah dan membantu para pelajar kita mewujudkan potensi optimal mereka.”

Cara berpikir komputasional

Inggriani Liem, Ketua Bebras Indonesia; Connieta Theotirta, Kepala Sekolah SMP Damian School Bandung; Danny Ardianto, Government Affairs and Public Policy, Google Indonesia

Inggriani Liem, Ketua Bebras Indonesia; Connieta Theotirta, Kepala Sekolah SMP Damian School Bandung; Danny Ardianto, Government Affairs and Public Policy, Google Indonesia

Google juga telah memperbarui program Bebras Indonesia untuk juga mengajarkan keterampilan berpikir komputasional di sekolah-sekolah. Program Gerakan Pandai, yang diluncurkan pada 2020 dengan hibah senilai satu juta dolar (USD) dari lengan filantropi perusahaan Google.org, bertujuan melatih 22.000 pengajar di 22 kota. Ketua Bebras Indonesia, Inggriani Liem, berkata bahwa tujuan itu telah terlampaui.
“Rencana kami berubah karena pandemi tetapi kami sadar bahwa mengajarkan cara berpikir komputasional bisa dilakukan secara online melalui platform-platform seperti Google Workspace. Pandemi tidak hanya memaksa kita beralih ke platform digital, melainkan juga mengubah cara kita melakukan segala sesuatu ke arah yang lebih digital,” jelas Ibu Inge. “Oleh sebab itu, Bebras dan lebih dari 60 universitas telah melatih 27.054 pengajar di 75 kota dan kami dengan bangga melaporkan bahwa lebih dari 16.000 pelajar telah mulai belajar cara berpikir komputasional.”