Langsung ke konten utama
Indonesia Blog

Kembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif murid saat pembelajaran daring



Pembelajaran daring masih menjadi metode yang diandalkan hingga saat ini meskipun beberapa sekolah sudah menerapkan hybrid learning. Untuk memperingati Hari Guru Nasional setiap tanggal 25 November, berikut cerita para guru yang berusaha mengoptimalkan sistem pembelajaran daring tersebut.

Febriandrini Kumala  SMP Lazuardi Al Falah Klaten

Febriandrini Kumala (atau yang akrab disapa Andri) merupakan guru di SMP Lazuardi Al Falah Klaten yang telah bergabung sejak tahun 2017. “Saya menjadi guru sejak tahun 2003 di pendidikan non formal dan pernah membuat lembaga pendidikan non formal juga hingga akhirnya bergabung dengan SMP Lazuardi Al Falah. Yang mendorong saya menjadi guru adalah karena keluarga besar saya sebagian besar berprofesi sebagai pendidik sehingga profesi ini tidak asing bagi saya, dan juga saya ingin membantu anak-anak lain selain anak saya sendiri untuk bisa belajar lebih baik dan mengembangkan potensi diri mereka agar berguna bagi masyarakat,” ungkap guru yang mengampu mata pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia ini.

SMP Lazuardi Al Falah telah lama memanfaatkan teknologi dalam proses belajar mengajar, meskipun hanya sebatas menggunakan komputer dan proyektor untuk presentasi materi ataupun belajar membuat blog, animasi, dan lainnya di mata pelajaran TIK. Hingga akhirnya sekolah mengenal dan mengadakan pelatihan kepada guru tentang penggunaan Google untuk pembelajaran pada akhir tahun 2017. 

dan 3: Workspace

Setelah mencoba selama setahun, pada tahun 2019 aplikasi sekolah untuk Google Workspace for Education disetujui dan mulai digunakan dalam proses pembelajaran. Sekolah pun mulai melakukan flipped learning, di mana guru menggunakan Classroom untuk menata materi belajar agar murid bisa mengakses materi belajar kapan saja di luar kelas.

Meski demikian, ketika pandemi COVID-19 memaksa pembelajaran harus dilakukan secara daring, Andri bersama rekan guru lainnya tetap menghadapi tantangan. “Kami para guru tidak langsung paham bagaimana caranya mengajar daring yang baik. Kami memang memiliki akun Workspace for Education, tapi belum semua guru terbiasa dengannya. Kami tidak bisa hanya memindahkan cara mengajar kami di kelas ke Classroom. Jadi hal pertama yang kami perbaiki adalah hubungan antara kami dengan murid dan orang tua, serta memperbaiki cara berkomunikasi melalui platform Meet dan Classroom,” jelas Andri.

SMP Lazuardi Al Falah menyadari bahwa para guru harus menghadirkan pembelajaran online yang bisa mengembangkan kemampuan murid untuk berkomunikasi, berkolaborasi, berpikir kritis, dan kreatif. “Pada kenyataannya, cara belajarnya masih lama. Akhirnya saya mencari cara agar murid bisa berkolaborasi selama pembelajaran daring. Saat ini kami sedang mencoba membuat naskah drama dengan kolaborasi menulis skrip adegan di Dokumen, lalu merekam adegan-adegan di Meet, dan kemudian menggabungkan audionya dengan Slides dengan aplikasi video editor,” ceritanya.

Workspace

Menurut Andri, untuk mendukung pembelajaran online, terdapat dua aplikasi Google yang pasti digunakan, yaitu Meet untuk sesi sinkronus dan Classroom untuk sesi asinkronus. Sementara Slide digunakan untuk modul belajar di rumah, Dokumen untuk membuat laporan dari kegiatan proyek dan Spreadsheet untuk mengolah data. Sekolah ini juga mengembangkan asesmen berbasis portofolio sehingga menggunakan Sites untuk memberikan penilaian portofolio sekaligus laporan perkembangan murid kepada orangtua.

Guru yang menjadi Leader of Google Educator Group di Klaten ini menyampaikan, “Kami menjadi salah satu sekolah di Klaten yang berhasil menyelenggarakan asesmen beragam berbasis kompetensi sebagai standar kelulusan murid di tahun ajaran 2020-2021 lalu. Dengan desain asesmen ini, secara tidak langsung berarti pembelajaran telah berubah. Kami mulai bergeser dari berbasis konten ke berbasis kompetensi yang menggali potensi daerah dan mengintegrasikan dengan teknologi. Kedepannya, kami ingin mengembangkan asesmen dengan menggunakan teknologi.”