Terapkan literasi digital sejak dini dengan memanfaatkan teknologi
Pembelajaran daring masih menjadi metode yang diandalkan hingga saat ini, beberapa sekolah melakukannya dengan model belajar Blended learning dan Hybrid learning . Untuk memperingati Hari Guru Nasional setiap tanggal 25 November, berikut cerita para guru yang berusaha mengoptimalkan sistem pembelajaran daring tersebut.
Shita Dharmasari atau biasa disapa Shita, lahir di Yogyakarta 49 tahun silam. Ia memantapkan hati untuk bergerak di bidang pendidikan mengikuti cita-citanya sejak kecil. Shita memulainya dengan menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi kesehatan di Kota Bandar Lampung. Saat itu ia melihat rendahnya literasi dan penguasaan keterampilan abad 21, yaitu komunikasi, kolaborasi, kreatif dan berpikir kritis pada mahasiswanya. Ia meyakini bahwa kekuatan literasi seharusnya dibangun sejak usia dini sehingga pada tahun 2005 ia memutuskan untuk membuka sekolah Lazuardi Haura Global Compassionate School, Bandar Lampung, dan menjadi guru untuk taman kanak-kanak, sekolah dasar, dan kemudian sekolah menengah pertama sampai sekarang.
Saat pandemi Covid-19 melanda, semua sekolah harus turut menyesuaikan diri untuk beralih ke pembelajaran online. Menurut Shita, pembelajaran di TK memiliki tantangan yang paling berat selama pandemi. Sebagai pendidik ia merasa harus mencari cara agar pada saat usia emas, tumbuh kembang dan sosial emosional anak-anak bisa tetap mendapat stimulasi dengan bermain dan belajar yang menyenangkan juga bermakna meski pembelajaran dilakukan secara daring dengan tetap membuat anak bijaksana dalam menggunakan internet.
Tantangan inilah yang membuat Shita segera membuat pelatihan tentang Google Workspace for Education untuk guru-guru TK dengan mengadopsi model pembelajaran SMP Lazuardi Haura yang telah melakukan blended learning terlebih dahulu jauh sebelum pandemi. Segera sekolah membuatkan akun bagi semua murid TK dan membuat demo video agar murid dan orang tua di rumah mendapat tutorial tentang bagaimana menggunakan Classroom.
“Kami melakukan pembelajaran sinkron yaitu interaksi pembelajaran guru dan murid yang dilakukan pada waktu yang bersamaan, menggunakan teknologi video conference dengan memanfaatkan Google Meet. Kami juga melakukan pembelajaran asinkron dengan murid, yaitu Guru mempersiapkan materi lebih dulu, antara lain membuat video pembelajaran, referensi bacaan, lembar kerja dengan Google Document, Google Sheet, atau presentasi dengan Google Slide, lalu menyematkannya di Classroom. Kemudian murid dapat mengakses modul-modul belajarnya dari media yang disediakan di Google Classroom. Sehingga interaksi pembelajaran dapat dilakukan secara fleksibel tidak harus dalam waktu yang sama.,” ungkap Shita.
Menurutnya, kombinasi pembelajaran ini membuat anak-anak yang berada di bangku TK juga bisa tetap semangat dengan praktek belajarnya. Anak-anak senang bernyanyi dan menari dengan latihan bersama guru secara langsung melalui Google Meet dan anak-anak dapat terus berlatih di rumah dengan mengikuti video guru yang ditautkan di Classroom.
“Dengan memanfaatkan aplikasi -aplikasi yang ada di Google Workspace for education, kami buat sedemikian rupa, anak-anak dapat dengan mudah mengikuti pembelajaran di kelas virtualnya. Orang tua merasa sangat terbantu, senang dan takjub, melihat anak mereka bisa mandiri di rumah saat mengikuti pembelajaran di kelas setiap harinya. Anak-anak dapat mengakses Classroom sendiri, bergabung di Meet dengan tautan yang ada di Classroom dengan mudah ketika orang tua harus bekerja. Kami juga memanfaatkan Site untuk memamerkan portofolio murid di kelas agar orang tua dapat melihat karya anak-anaknya” paparnya.
“Untuk SD dan SMP, kami juga memanfaatkan Google Jamboard untuk interaksi dalam pembelajaran, Google Earth untuk pembelajaran sosial dan sains dan YouTube untuk referensi belajar. Untuk memberikan dukungan pada pembelajaran Hybrid Learning dan meningkatkan keamanan dalam berinternet, Tahun 2021 ini kami juga mulai membekali siswa kami di SD dan SMP untuk menggunakan Chromebook ,” cerita Shita.
Adaptasi teknologi membuat guru-guru semakin bersemangat. Shita yang juga adalah Google Certified Educator dan Google Educator Group Lampung melakukan pelatihan untuk guru-guru menjadi pendidik Google Bersertifikat. Hal ini sejalan dengan perannya sebagai Guru Penggerak, sebuah program pendidikan kepemimpinan bagi guru dari Kemendikbud Ristek untuk menjadi pemimpin pembelajaran yang menerapkan merdeka belajar dan menggerakkan seluruh ekosistem pendidikan untuk mewujudkan pendidikan yang berpusat pada murid. Guru Penggerak menggerakkan komunitas belajar bagi guru di sekolah dan di wilayahnya serta mengembangkan program kepemimpinan murid untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.